Mengenal Gratifikasi

Gratifikasi adalah semua pemberian yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN). Oleh karena itu gratifikasi memiliki arti yang netral, sehingga tidak semua gratifikasi merupakan hal yang dilarang atau sesuatu yang salah.

Mengapa gratifikasi itu dilarang?

Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.

Kriteria gratifikasi yang dilarang, yaitu :
  1. Gratifikasi yang diterima berhubungan dengan jabatan;
  2. Penerimaan tersebut dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut / tidak wajar.

Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Apa yang menjadi dasar pengaturan gratifikasi bagi Pn/PN?

Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru yang diatur dalam Pasal 12B dan 12C UU Tipikor sejak tahun 2001. Namun, jika penerima gratifikasi melaporkan pada Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) / KPK paling lambat 30 hari kerja, maka Pn/PN dibebaskan dari ancaman pidana gratifikasi.

Berikut adalah pasal yang mengatur tentang gratifikasi:

Selain itu, Pasal 16 UU No. 30/2002 tentang KPK juga mengatur bahwa setiap Pn/PN yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan. KPK menerbitkan Peraturan KPK (Perkom) Nomor: 02 Tahun 2014 dan Perkom Nomor: 06 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi. Untuk menjelaskan lebih jauh, KPK juga menerbitkan Pedoman Pengendalian Gratifikasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 16 Perkom tersebut.

Apa perbedaan antara gratifikasi, suap dan pemerasan?

Secara sederhana gratifikasi tidak membutuhkan sesuatu yang transaksional atau ditujukan untuk mempengaruhi keputusan atau kewenangan secara langsung. Hal ini berbeda dengan suap yang bersifat transaksional.
Sedangkan pidana pemerasan, inisiatif permintaan dan paksaan berasal dari Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara. Pada pidana pemerasan yang dihukum pidana hanyalah pihak penerima saja.

Apakah pemberi gratifikasi diberi sanksi?

Tidak semua pemberi gratifikasi dapat diberikan sanksi, kecuali memenuhi unsur tindak pidana suap. Ketentuan ini diatur pada UU Tipikor Pasal 5 ayat (1) dengan ancaman hukuman penjara antara 1 sampai 5 tahun dan Pasal 13 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 3 tahun.

E-mail kami di inspektorat.kota.bogor@gmail.com

Jika memiliki informasi maupun bukti-bukti terjadinya korupsi, jangan ragu untuk melaporkannya ke UPG maupun KPK. Kerahasiaan identitas pelapor dijamin selama pelapor tidak mempublikasikan sendiri perihal laporan tersebut.

Stop Gratifikasi


Link